We
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
AGROKLIMATOLOGI
“KLASIFIKASI IKLIM”
DISUSUN OLEH :
MUHAMMAD KHOTAMUL WILDAN 1625010149
VYSA DUWI DAMAYANTI 1625010143
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
2016 – 2017
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Iklim
dapat didefinisikan sebagai ukuran statistik cuaca untuk jangka waktu tertentu
dan cuaca menyatakan status atmosfer pada sembarang waktu tertentu. Dua unsur
utama iklim adalah suhu dan curah hujan. Indonesia sebagai daerah tropis
ekuatorial mempunyai variasi suhu yang kecil, sementara variasi curah hujannya
cukup besar. Oleh karena itu, curah hujan merupakan unsur iklim yang sering
diamati dibandingkan suhu.
Dalam dunia pertanian, iklim sangat
berpengaruh dalam tumbuh dan berkembangnya suatu tanaman sehingga dalam penanaman tanaman dibutuhkan penentuan
iklim atau cuaca yang cocok agar tanaman dapat berproduksi dengan baik.
Klasifikasi iklim dapat membantu memudahkan petani untuk menentukan letak
penanaman yang cocok untuk suatu tanaman sehingga dapat optimal pertumbuhannya
Unsur iklim mempengaruhi hampir semua
aspek kegiatan pertanian baik perencanaan jangka panjang, jangka pendek maupun
sehari-hari. Kebutuhan akan informasi iklim yang tepat guna semakin dirasakan
strategis dalam menunjang progam pertanian. Oleh karena itu, usaha yang paling
bijaksana adalah menyesuaikan pola pertanian dan jenis tanaman/komoditas
pertanian yang diusahakan dengan pola iklim setempat. penyesuaian tersebut
harus didasarkan kepada idensifikasi, pemahaman atau interprestasi yang tepat
terhadap iklim pada setiap agroekosistem dan lokasi spesifik atau lahan. Dengan
demikian dalam memilah-milah wilayah dengan kondisi iklim yang sesuai untuk
komoditas pertanian tertentu atau komoditas pertanian untuk wilayah tertentu
diperlukan idensifikasi dan interpretasi iklim yang lebih komprehensif.
Suatu metode
klasifikasi iklim berguna untuk memperoleh efisiensi informasi dalam bentuk
yang umum dan sederhana. Berdasarkan cara penentuan kriteria klasifikasinya
maka klasifikasi iklim dapat dibagi menjadi dua yaitu klasifikasi iklim secara
genetik (klasifikasi iklim menurut daerah penerimaan radiasi matahari dan
klasifikasi iklim berdasarkan sirkulasi udara) dan klasifikasi iklim secara
empirik (klasifikasi berdasarkan rational moisture budget/berdasarkan ETP dan
neraca air dan klasifikasi iklim berdasarkan pertumbuhan vegetasi). Bahwa
tujuan klasifikasi iklim adalah menetapkan pembagian ringkas jenis iklim
ditinjau dari segi unsur yang benar-benar aktif terutama presipitasi dan suhu.
Unsur lain seperti angin, sinar matahari, atau perubahan tekanan ada
kemungkinan merupakan unsur aktif untuk tujuan khusus.
1.2
Tujuan
Mengetahui
berbagai sistem klasifikasi iklim dan cara mengklasifikasikannya.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Iklim adalah suatu unsur yang sama sekali tidak dapat
dipengaruhi, artinya dengan jalan bagaimanapun tidak dapat diubah sekehendak
manusia. Unsur-unsur iklim seperti suhu, sinar matahari, curah hujan, angin,
dan penguapan. Iklim besar pengaruhnya terhadap usaha pertanian misalnya dalam
pemilihan kultur, produktivitas hasil tanaman, pelaksanaan pekerjaan pertanian.
Tanaman menuntut jenis iklim tertentu, tidak semua tanaman dapat ditanam
disembarang tempat pada iklim yang berbagai macam. Sebaliknya, pada iklim
tertentu (yang sama) tidak semua jenis tanaman dapat hidup produktif disitu.
Jadi, setiap jenis dan varietas harus disesuaikan dengan iklimnya (AAK, 1983).
Iklim merupakan gabungan berbagai kondisi cuaca sehari-hari
atau dikatakan iklim adalah merupakan rata-rata cuaca, yaitu harga rata-rata cuaca selama 30 tahun yang merupakan
persetujuan internasional. Iklim disusun oleh unsur-unsur yang sama dengan yang menyusun
cuaca. Untuk mencari harga rata-rata ini tergantung pada kebutuhan dan keadaan.
Hanya perlu diketahui untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan iklim harus
mendasarkan pada harga normal, yaitu harga rata-rata cuaca selama 30 tahun.
Oleh karena iklim dari suatu tempat disusun oleh unsur-unsur yang variasinya
besar, maka hampir tidak mungkin untuk dua tempat mempunyai iklim yang identik.
Sebetulnya hampir tidak terbatas jumlah iklim di permukaan bumi ini yang
memerlukan penggolongan dalam suatu kelas atau tipe. Perlu diketahui bahwa
semua klasifikasi iklim itu buatan manusia sehingga masing-masing ada
kebaikannya dan ada keburukannya. Hanya saja yang jelas mereka mempunyai
persamaan tujuan yaitu berusaha untuk menyederhanakan jumlah iklim lokal yang
tidak terbatas jumlahnya itu menjadi golongan yang jumlahnya relatif sedikit,
yaitu kelas-kelas yang mempunyai sifat yang penting yang bersamaan (Wisnubroto, et al., 1983).
Maksud suatu pengelompokan iklim ialah penggolongan untuk
penyederhanaan, pengertian dan akhirnya pemahaman pola iklim dunia.
Penggolongan ini secara otomatis menghasilkan sejumlah tipe iklim. Masalah
utama dalam mengembangkan sistem pengelompokan iklim adalah yang berhubungan
dengan definisi iklim yang melibatkan banyak unsur. Penggunaan hanya satu unsur
iklim belumlah memenuhi persyaratan pengelompokan iklim. Meskipun demikian,
distribusi unsur tunggal tersebut di suatu daerah dapat merupakan informasi yang
berguna. Sebaliknya, penggunaan semua unsur iklim menghasilkan kerumitan yang
malah menyalahi maksud pengelompokan iklim, yaitu kesederhanaan dan kejelasan.
Oleh karena itu, biasanya digunakan dua atau tiga unsur iklim (Prawirowardoyo,
1996).
Beberapa sistem klasifikasi iklim yang sampai sekarang masih digunakan
dan pernah digunakan di Indonesia antara lain adalah:
a. Sistem
Klasifikasi Koppen
Koppen membuat klasifikasi iklim berdasarkan perbedaan temperatur dan
curah hujan. Koppen memperkenalkan lima kelompok utama iklim di muka bumi yang
didasarkan kepada lima prinsip kelompok nabati (vegetasi). Kelima kelompok
iklim ini dilambangkan dengan lima huruf besar dimana tipe iklim A adalah tipe
iklim hujan tropik (tropical rainy climates), iklim B adalah tipe iklim
kering (dry climates), iklim C adalah tipe iklim hujan suhu sedang (warm
temperate rainy climates), iklim D adalah tipe iklim hutan bersalju dingin
(cold snowy forest climates) dan iklim E adalah tipe iklim kutub (polar
climates)
b. Sistem
Klasifikasi Mohr
Klasifikasi
Mohr didasarkan pada hubungan antara penguapan dan besarnya curah hujan, dari
hubungan ini didapatkan tiga jenis pembagian bulan dalam kurun waktu satu tahun
dimana keadaan yang disebut bulan basah apabila curah hujan >100 mm per
bulan, bulan lembab bila curah hujan bulan berkisar antara 100 – 60 mm dan
bulan kering bila curah hujan < 60 mm per bulan.
c.
Sistem Klasifikasi Schmidt-Ferguson
Sistem
iklim ini sangat terkenal di Indonesia. Menurut Irianto, dkk (2000) penyusunan
peta iklim menurut klasifikasi Schmidt-Ferguson lebih banyak digunakan untuk
iklim hutan. Pengklasifikasian iklim menurut Schmidt-Ferguson ini didasarkan
pada nisbah bulan basah dan bulan kering seperti kriteria bulan basah dan bulan
kering klsifikasi iklim Mohr. Pencarian rata-rata bulan kering atau bulan basah
(X) dalam klasifikasian iklim Schmidt-Ferguson dilakukan dengan membandingkan
jumlah/frekwensi bulan kering atau bulan basah selama tahun pengamatan ( åf )
dengan banyaknya tahun pengamatan (n).
Klasifikasi iklim yang dilakukan oleh Oldeman didasarkan kepada jumlah
kebutuhan air oleh tanaman, terutama pada tanaman padi. Penyusunan tipe
iklimnya berdasarkan jumlah bulan basah yang berlansung secara berturut-turut.
Handoko
(1994) mengungkapkan bahwa kebutuhan air untuk tanaman padi adalah 150 mm per
bulan sedangkan untuk tanaman palawija adalah 70 mm/bulan, dengan asumsi bahwa
peluang terjadinya hujan yang sama adalah 75% maka untuk mencukupi kebutuhan
air tanaman padi 150 mm/bulan diperlukan curah hujan sebesar 220 mm/bulan,
sedangkan untuk mencukupi kebutuhan air untuk tanaman palawija diperlukan curah
hujan sebesar 120 mm/bulan, sehingga menurut Oldeman suatu bulan dikatakan
bulan basah apabila mempunyai curah hujan bulanan lebih besar dari 200 mm dan
dikatakan bulan kering apabila curah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm.
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN
3.1 Waktu dan
Tempat
Hari : Kamis, 16 November 2017
Pukul
: 15.00-selesai
Tempat
: Laboratorium Bioteknologi 1 UPN Veteran Jawa Timur
3.2 Alat dan
Bahan
1.
Alat tulis
2.
Kalkulator
3.
Data curah hujan Stasiun Meteorologi Perak 2 Surabaya tahun 2011-2015
3.3 Cara Kerja
1. Siapkan alat dan data curah hujan
2. Tentukan bulan basah (BB) dan
bulan kering (BK)
3. Jumlahkan masing-masing BK dan BB
untuk seluruh data pengamatan
4. Hitung rata-rata bulan basah dan
bulan keringnya
5. Hitung nilai Q dengan memasukkan harga rata-rata
BK dan harga rata-rata BB ke dalam rumus Q
6. Lihat keberadaan nilai Q yang diperoleh pada
tabel atau segitiga Schmidt-Ferguson dibawah ini
7.
Nyatakan tipe hujan atau tipe iklim di daerah yang bersangkutan.
Klasifikasi Schmidt-Ferguson
Tipe Iklim
|
Nilai Q (%)
|
Keadaan Iklim dan Vegetasi
|
A
|
< 14,3
|
Daerah sangat basah, hutan hujan tropika
|
B
|
14,3 – 33,3
|
Daerah basah, hutan hujan tropika
|
C
|
33,3 – 60,0
|
Daerah agak basah, hutan rimba, daun gugur pada musim kemarau
|
D
|
60,0 – 100,0
|
Daerah sedang, hutan musim
|
E
|
100,0 – 167,0
|
Daerah agak kering, hutan sabana
|
F
|
167,0 – 300,0
|
Daerah kering, hutan sabana
|
G
|
300,0 – 700,0
|
Daerah sangat kering, padang ilalang
|
H
|
> 700,0
|
Daerah ekstrim kering, padang ilalang
|
Gambar
klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Data Curah Hujan di Stasiun Meteorologi Perak 2
Surabaya per bulan (2011-2015)
Bulan
|
Tahun
|
||||
2011 (mm)
|
2012
|
2013
|
2014
|
2015
|
|
Januari
|
175
|
312
|
478
|
272,1
|
437
|
Februari
|
172
|
213
|
277
|
335,6
|
294
|
Maret
|
375
|
311
|
322
|
186
|
244
|
April
|
252
|
43,7
|
189
|
245,9
|
133
|
Mei
|
78,9
|
75
|
159
|
54,8
|
110
|
Juni
|
21,3
|
43
|
240
|
47,7
|
1
|
Juli
|
1,6
|
-
|
103
|
4
|
-
|
Agustus
|
-
|
-
|
-
|
4,8
|
-
|
September
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Oktober
|
28
|
49,8
|
4,6
|
0,4
|
-
|
November
|
182
|
82,9
|
90,3
|
69
|
130
|
Desember
|
510
|
318
|
230
|
284,7
|
185
|
Rata-rata
|
179,6
|
160,9
|
109,4
|
136,8
|
191,5
|
1)
Klasifikasi
Schmidt-Ferguson
Penetapan tipe curah hujan yang dinyatakan dalam Q
Q = x 100%
s
bulan kering (BK) = curah hujan ˂ 60 mm
bulan basah (BB) = curah hujan ˃100 mm
Q =
25/30 x 100%
= 5/6 x 100%
= 83,33 %
Tergolong
tipe iklim D sifatnya sedang
2)
Klasifikasi
Oldeman
a
Rata-rata 5 tahun
BK = 25/5 = 5
BB = 30/5 = 6
Masuk dalam klasifikasi D-3
Keterangan
Klasifikasi Oldeman
Zona
|
Jumlah
BB
|
A
|
>9
|
B
|
7-9
|
C
|
5-6
|
D
|
3-4
|
E
|
<3
|
Subzona
|
Jumlah
BK
|
1
|
<2
|
2
|
2-3
|
3
|
4-6
|
4
|
>6
|
3)
Untuk
sistem klasifikasi Mohr sama seperti Schmidt-Ferguson
4. 2 Pembahasan
Klasifikasi
iklim yang dibahas dalam praktikum ini diantaranya Schmidt-Ferguson, Oldeman, dan
mohr. Data curah hujan yang digunakan sebagai penentuan Klasifikasi iklim
didapat dari stasiun perak 2 Surabaya pada periode tahun 2011-2015. Sistem klasifikasi
Schmidt-Ferguson merupakan metode yang memiliki kesamaan dengan sistem
klasifikasi Mohr. Metode schmidt Ferguson didasarkan pada Jumlah bulan kering
dan bulan basah kemudian diklasifikasikan tipe iklimnya dengan cara membagi jumlah
bulan kering dengan bulan basah. Sedangkan
Mohr sendiri hanya menentukan bulan basah dan bulan kering, tetapi tidak
mengklasifikasikannya.
Hasil
yang didapat dari perhitungan rata-rata tahun 2011 sampai tahun 2015 bulan
basah berjumlah 6 dan bulan kering 5. Berdasarkan hasil perhitungan yang
dilakukan didapatkan hasil 83,3%, ini menunjukkan daerah tersebut termasuk pada tipe iklim golongan D
termasuk dalam daerah iklim sedang dengan vegetasi hutan musim. hal tersebut
sesuai dengan pernyataan Lakitan ( 2002) bahwa Schmidt-Ferguson membagi tipe
iklim dalam jenis vegetasi yang tumbuh dan tipe iklim tersebut adalah sebagai
berikut; tipe iklim A (sangat basah), jenis vegetasinya adalah hutan hujan tropis ;
tipe iklim B (basah) jenis vegetasinya adalah hutan hujan tropis; tipe iklim C
(agak basah) jenis vegetasinya adalah hutan dengan jenis tanaman yang mampu
menggugurkan daunnya di musim kemarau; tipe iklim D (sedang) jenis vegetasinya
adalah hutan musim; tipe iklim E (agak kering) jenis vegetasinya hutan sabana ;
tipe iklim F (kering) jenis vegetasi hutan savana; tipe iklim G (sangat kering)
jenis vegetasi padang ilalang; tipe
iklim H (extrim kering) jenis vegetasi adalah padang ilalang. Kelebihan sistem
klasifikasi ini adalah mempermudah pengamatan dalam melihat Kapan terjadinya
bulan kering dan bulan basah.
sistem klasifikasi Oldeman memakai dasar curah hujan dalam hubungannya
dengan kebutuhan air tanaman. Oldeman menggunakan penggolongan iklim seperti Schmidt-Ferguson
hanya saja terdapat perbedaan penentuan batas curah hujan untuk bulan basah
lembab dan kering. pada metode Oldemen bulan basah mempunyai curah hujan ≥200
mm dan bulan kering mempunyai curah hujan <100 mm serta bulan lembab mempunyai curah
hujan 100-200 mm. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan bulan basah
berjumlah 5 dan bulan kering 6 termasuk dalam Zona D dengan sub zona 3. Pada
penggolongan ini termasuk dalam daerah sedang dengan vegetasi hutan musim hal
itu sama dengan perhitungan Schmidt-Ferguson.
Sistem klasifikasi iklim dengan Oldeman
memiliki kelebihan dan kekurangan. kelebihannya yaitu pada metodenya lebih maju
dibanding Schmidt-Ferguson, hal ini disebabkan Oldeman sudah mempertimbangkan
unsur cuaca yang lain seperti radiasi matahari yang dihasilkan dengan kebutuhan
air oleh tanaman. Kekurangannya adalah sistem ini menjadikan curah hujan
sebagai indikator penting sehingga akan terdapat banyak masalah dan kendala
dalam menentukan wilayah yang mempunyai empat musim.
Sistem klasifikasi Mohr didasarkan
pada hubungan antara penguapan dan besarnya curah hujan pembagian sistem Mohr
sama dengan Schmidt-Ferguson yaitu dalam waktu kurun 1 tahun di mana keadaan
yang disebutkan bulan basah apabila curah hujan lebih dari 100 mm per bulan
bulan lembab bila curah hujan 60 sampai 100 mm per bulan dan bulan kering bila
curah hujan kurang dari 60 mm per bulan. Data curah hujan yang didapat dari
rata-rata 5 tahun yaitu 6 bulan basah, 5 bulan kering, serta 1 bulan lembab.
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil perhitungan daerah Surabaya ;
1) Menggunakan
metode Schmidt-Ferguson termasuk dalam tipe iklim di yang sifatnya sedang
dengan persentase 83,3%
2) Menggunakan
metode Oldeman termasuk dalam zona dengan sub zona 3 dengan jumlah bulan basah
nya 5 dan bulan kering 6
3) Menggunakan
metode Mohr bulan basahnya 6 dan bulan kering nya
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1983. Dasar-Dasar Bercocok Tanam.
Yogyakarta. : Kanisius.
Handoko
ahmad, 1994.Penerimaan radiasi surya di permukaan bumi sangat
bervariasi
menurut tempat dan waktu. Jakarta: Balai Pustaka.
Irianto dkk. 2000. Keragaman
Iklim sebagai Peluang Diversifikasi. Bogor : Institut
Pertanian
Bogor.
Lakitan. 2002. Dasar-dasar Klimatologi cetakan ke-2. Jakarta
: Raja Grafindo Persada
Prawirowardoyo, S. 1996. Meteorologi. Bandung
: Institut Teknologi Bandung
Press.
Wisnubroto,
S., Siti Leca, A., Mulyono, N. 1983. Asas-asas Meteorologi Pertanian, Jakarta : Ghalia
Indonesia..
Comments
Post a Comment